Tuesday, February 19, 2008


Selamat Datang Bencana !

Artikel khusus untuk Bulletin PIJAR

Tahun 2008 ternyata bukan tahun “Visit Indonesia 2008/ Kunjungan Wisata” sebagaimana dicanangkan oleh Pemerintah. Dengan V-I 2008 Pemerintah mengharapkan pada 2008, 6 juta wisatawan akan datang ke Indonesia . Secara ekonomik itu adalah devisa !

Kita boleh mengharap , tapi ternyata yang datang ke Indonesia pada awal 2008 bukannya Wisatawan, tapi Bencanawan.

Diairport CKG ( Cengkareng), ribuan orang tertahan karena Montor Mabur tidak didizinkan take off dan landing. Selama 3 hari para pengguna pesawat terbang tertahan di CKG, dikepung dan disambut oleh Bencana banjir.

Pulang ke Jakarta tidak bisa, berangkat dg pesawat tidak bisa. Disana banjir, disini banjir, dimana2 banjir. Ironisnya pada saat yang sama , kawasan hunian super mewah Pantai Indah Kapuk, yg terletak disepanjang jalan tol menuju CKG , - kawasan hunian (kata pengamat lingkungan) , yang menyebabkan banjirnya jalan tol ke bandara CKG – dengan gencarnya mengiklankan huniannya dengan segala kesombongannya “ hunian prestisius, hunian setara berlian yang tiada taranya…..bla… bla… “

Kunjungan Bencanawan tidak hanya singgah di Jakarta saja, tapi juga mengunjungi Solo, Jepara, Pati . Kudus, Rembang Bojonegoro, Lamongan , Besuki. Daerah2 di Jawa Barat , Sulsel , Sumatera dan malah sempat mampir juga ke Pekalongan. Dikab Pekalongan. bukan saja beberapa desa banjir , juga beberapa desa longsor. Lha ora longsor piye, wong kawasan hutan Pekalongan dimodel potong rambut pemain2 bola Eropa…. digundul oleh pembalak2 liar! .Di Pati karena banjir, antrean kendaraan truk mencapai 30 km. Jalan trans Jawa rusak berat. Bagaimana tidak rusak , jalan yang seharusnya hanya untuk menopang beban 10 ton, dibebani 50 – 60 ton. Sehingga life time jalan yang seharusnya bisa tahan 10 tahun, hanya tahan 2 bulan.

Banjir, longsor ,kerusakan alam adalah akibat sikap kita yang tidak bersahabat dengan Alam dan lingkungan. WALHI ( Wahana Lingkungan Hidup Indonesia ), melaporkan bahwa th 2007, terjadi 145 bencana di Indonesia, dan sekitar 125 kasus bencana disebabkan karena ulah dan perbuatan manusia.

Keadaan ini telah dilukiskan dengan jelas dan terang oleh Al Quran, yaitu ketika Allah memberikan signyal dalam Ar-Rum : 41

[30:41] Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Atas musibah bencana yang datang silih berganti itu ,pertanyaan besarnya, adalah “dimana dan kemanakah engkau Islam”.

Al Quran menyebut tentang bumi (ardh) tidak kurang 456 kali. Dalam Al Jaatsiyah :13 dan Surat Luqman : 20 Allah memberikan statement :

[45:13] Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.

[31:20] Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni'mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.

Pesan Quran tsb. diatas dengan ketajaman nalar , secara bebas dapat difahami dengan bahasa dan nuansa yang sama , bahwa Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung kehidupan. Namun demikian masih saja ada sebagian manusia yang mempertanyakan kekuasaan Allah secara sembrono tanpa alasan2 rasional (pengetahuan) .

Jelaslah sudah, bahwa “bersahabat” dengan SDA dan lingkungan, secara Quranik , menjadi kewajiban muslim dan muslimah.

Karena dia adalah sahabat, maka tidak sepantasnya diperlakukan semena2. Ketika kita memperlakukannya secara beradab, dia akan menjadi ramah dan menjadi penopang daya dukung kehidupan. Sebaliknya ketika kita memperlakukannya secara “dholim” , dengan merusak ekosistem kehidupannya, pastilah dia akan murka. Itulah yang sedang kita alami sekarang ini. Banjir, longsor adalah muara kemurkaaan mereka, karena dia telah kita perlakukan semena2.

Sekarang kita harus jujur, apakah kita telah sepenuhnya memahami dan mengamalkan pesan2 Quran terhadap SDA dan lingkungan. Masalah SDA dan lingkungan masih dianggap sebagai masalah sekuler. Kita masih saja asik dengan soal2 “halal haram dan sesat menyesatkan” dan masih saja asik dengan simbol2. Sehingga nyaris kita tidak faham mana Islam Budaya dan mana Islam Syariah . Kita masih belum – atau kurang – memberikan porsi pada masalah2 muammalah (sosial). Kita masih asik saja dengan paradigma , bahwa masalah2 Islam adalah masalah2 ritual. Kesalehan sesorang masih diukur, seberapa jauh dia “berjamaah di Masjid”, pergi mengunjungi pengajian. Sikap seperti itu benar, tapi tidak kemudian melupakan kewajiban2 muammalahnya. Yang musti kita bangun disamping saleh ritual , kita juga wajib menjadi saleh sosial

( peduli terhadap masalah2 sosial disekeliling kita) termasuk salah satunya adalah masalah lingkungan.

Oleh karena itu sudah saatnya kita , para ustadz, kyai, mubaligh2 Muhammadiyah , memberikan porsi yang seimbang dalam menyampaikan kajian2 ke Islamannya , baik masalah2 ritual keagamaan , maupun masalah2 sosial yang menjadi “problem” kehidupan kita. Sehingga dengan demikian Mubaligh2 Muhammadiyah, menjadi Mubaligh Organik, Mubaligh yang piawai mensitir pesan2 Quran dan Hadits dan cerdas mencermati masalah2 sosial . Islam adalah “problem solver” bukan “trouble maker”. Islam adalah agama yang “memecahkan masalah tanpa masalah”.

Fastabiqul Khoirot

Nasrun Minnalloh Wa Fatkhun Qorieb

www.faridakhwan.net

farid@faridakhwan.net