Tuesday, June 19, 2007



Antara Kang Jasir dan Mas Jaman


Kalau kita omong tentang Jowo, assosiasi kita ya Pulau Jowo yang membentang dari Anyer sampai Banyuwangi. Tapi mahluk yg menghuni di Planet Jowo tidak semuanya mau disebut Wong Jowo.

Orang Serang atau Tangerang, menyebut dirinya wong Banten. Orang Ciledug atau Meruya Jakarta, tidak mau disebut Wong Jowo, dia bilang, Orang Betawi..

Apalagi orang2 Jawa Barat, Urang Sunda. Secara sosisologis dan antropologis ya memang begitu . Yang mau nyebut dirinya Wong Jowo, hanya orang2 Jawa Tengah, Jogya, Solo dan orang2 Jawa Timur.

Tentang Wong Jowo Jawa Tengah, Jogja dan Solo, biasanya persepsinya menjadi bias,

Mahluk2 di Jawa Tengah digeneralisir seluruhnya Wong Jowo. Sehingga pernik2 budayanya dianggap tunggal. Contoh dalam upacara kawinan, Wong Tegal, Wong Ngkalongan. Pemalang, Brebes dan Batang, kalau mantenan, ya mengikuti seremoni budaya Jogja atau Solo, yang dianggap sebagai Mekkahnya budaya Jowo. Ya pakai cucuk lampah, pakiannya mempelainya busono kraton bahkan adicoronya pakai boso

yang tirik2, yang tidak difahami opo kuwi artine.

Secara etnologis dan budaya, Jowo Jawa Tengah dan DIY itu dapat digolongkan menjadi 2 entitas, yaitu Jowo Pesisir dan Jowo Pedalaman.

Yang pesisir, yang mendiami wilayah Pantura , disebut KANG JASIR (Jowo Pesisir) dan yang pedalaman –jauh dari pesisir -, seperti Solo, Jogja dan daerah2 sekitarnya, Bantul, Wates, Kulon Progo, Sragen, Karanganyar dlsb. disebut MAS JAMAN ( Jowo Pedalaman). Sudah barang tentu pernik2 budoyonya jauh berbeda.

Kang Jasir karena jauh dari Pusat Kraton, biasanya punya sikap egaliter. Semuanya sama, tidak ada batas, tidak ada unggah-ungguh. Lebih demokratis, terbuka. Semuanya sama, yang beda hanya kwalitas taqwanya dihadapan Kanjeng Gusti Alloh .

Beda dengan Mas Jaman, karena dekat dengan pusat kekuasaan Kraton, orang2nya lebih memperhatikan sopan santun, unggah ungguh , bahkan dalam pergaulan sehari2nya, menggunakan boso kromo yang tirik2 itu. Sebagaimana ketika mereka menghormati Rajanya. Oleh karena itu, kita harus maklum kalau Mas Jaman kadang2 “godeg2” lihat tingkah laku Kang Jasir dalam pergaulan sehari2. Ora nganggo totokromo. Sakpenake dewe !. Maklum karena -ya itu tadi- Mas Jaman terbiasa hidup teratur, penuh sopan santun ……. Injih…..monggo….. nuwun sewu…Jadi Mas Jaman, jangan kaget kalau Kang Jasir Pekalongan suka ngobral kata2 : edan, raimu, gebleg !

Jangankan dengan sesame kawan, Kang Jasir Ngkajangan kalau omong sama orang tuanya , ya biasa saja. Lempengan , ngga pake boso2 kromo yang tidak difahaminya .

Entres dan enjoy saja.Ya saking egaliternya. Boso kromo dianggap Boso Ketoprak.

Waktu dulu saya Nyantri di UGM Jogja, pesan Bapak saya antik “ Le kowe tak sekolaheke nang Gajah Mada Jogja kuwi ben pinter, ben ora kalah karo Cino lan ora kalah karo Londo. Dadi dudu ben dadi Ketoprak jawab saya: “ paham.. paham Pak, ojo kwatir beres ….. !“ Biasanya dengan jawaban begitu, sangune mesti ditambah….. ha..ha…

Oleh karena itu kalau Kang2 Jasir, mau mantu anake, yo mustinya pakai budayanya

sendiri. Mantennya lanang pakiannya model Baju Koko, kopiah Hitam Hasan Sukur, sarung batik osli Ngkalongan. Begitu juga manten perempuannya, pakai kerudung / jilbab, dan jarik batik osli Pekalongan.Tambah tesmak (kocomoto) item, tambah afdol. Iringan untuk mantennya waktu dipertemukan, pakai terbang kencer Bring.. tong….bring….tong2… bring….. !

Pengatur acaranya ya pakai bosone Kang Jasir Ngkalongan :

”….. Sedulur2 kabeh… alkhamdulillah …. Kowe kabeh biso teko nang resepsi iki, berarti nglegakke. Mulane aku minangko wakil kadek Sohibaul Bait, matur nuwun yang banyak. Resepsi mantenan iki yo kuwi, resepsi mantenan anake Pak Kaji Djupri sing arane : Moh. Iqbal melawan anake Pak Kaji Dullah sing arane Siti Markonah………

Bring…tong2….bring…. Salatulloh Salamulloh …….” Suarane terbang kencer Njayan Buaran.

Kalau tidak ada terbangan, ya pakai Orbus (Orkes Gambus) Irama Padang Pasir. “Nur Illahi “

dibawah asuhan Sodin Tokyo, Kebutuh Pekajangan.

Monday, June 18, 2007


Kota Ruko


Pro Liman !!! demikian wong Ngkalongan kalau bilang Simpang Lima .Poros yang membagi jl Iman Bonjol (Utara), Jl.Hayam Wuruk (Timur), Jl KH Mansur (Selatan), Jl.Gajah Mada (Barat) dan Jl. Resimen XVII ( Utara setengah mencong sedikit barat).

Teman saya Haji Imron, wong Ngkajangan, hamper 10 tahun sejak 1975-1985, kalau ke Pekalongan tidak pernah lewat lagi Pro Liman. Kalau dia naik kereta dari Jakarta turun di Stasiun, pulangnya ke Pekajangan, pasti lewat Wiradesa, Bojong, Kedungwuni, baru Pekajangan . Apa pasal ?

“ Saya nangis dan ndak tegel “ katanya. “Dulu di sebelah Pro Lima ada hutan kota, orang Pekalongan menamakannya Kebon Rojo” kata H Imron mengenang. “ Kok tegel2nya Pemerintah , membabat Kebon Rojo yang indah itu “. Dan yang gendeng kok dibangun ruko2. “ Kota Pekalongan kehilangan Land Mark-nya . Paru2 kota itu telah wassalam “kenang H Imron sambil matanya yang kosong menatap kaki langit.

Jadi jelaslah, jebulnya H Imron tidak pernah lewat Pro Liman itu ada asbabun wurud-nya

Gelo. Dan gelonya bukan sembarang gelo.. Gelo sing dudu.

Ada lagi teman saya osli Nggrogolan Pekalongan, tiba2 nelpon saya

“ Lhour Ngkalongan pak ono Festival Batik kuwi, opo ora salah ? “ Lho emangnya kenapa ? “ Sing pas kuwi “Festival Ruko ! Ngkalongan kuwi model lhour, wong Kota yang dulu indah kok isine ruko. Rukone ting ntretep . Nang ngendi2 ruko ! Priye jan2e kuwi lhour ? Gene kok ngamuk karo aku” kata saya . Aku dudu wong kota lhuor . Aku wong Ndeso !

Ora ngiloni kena kene - Apa yang diceritakan teman saya tadi, ya memang benar.

Kebon Rojo ( wong ora duwe rojo kok duwe kebon rojo – biasa umuk Ngkalongan), letaknya di pojokkan Pro Liman. Membentang dari depan Masjid Suhada sampai Pom Bensin TAM . Sebelah utara berbatasan jalan Merdeka depan kantor Pajak (sekarang) dan sebelah selatannya berbatasan dengan Jl. Gajah Mada. Kebon yg ditumbuhi pohon2 rindang, beringin, palem raja dan bunga2 yang semerbak harumnya. Ada tempat duduk betonnya,dan kayu. Sambil menghirup udara sore,malam dan pagi kita lihat orang2 jualan tjao, lis manis, dan anak2 lari2 bersama teman2nya. Itulah tempat bersantai sambil memandang lalu lintas dikeindahan Kota Pekalongan.

Taman yang indah yang disebut Kebon Rojo atau juga disebut Taman Bintang Kecil ,juga berfungsi sebagai paru2 kota, menambah sejuknya pandangan ketika kita memasuki Pekalongan. dari arah barat..

Tiba2 “tsunami” modernitas itu datang. Kebon Kota itu dibelah aspal untuk jalan yg menghubungkan utara dan selatan Jl.Resimen XVII. itu terjadi th 1970, tahun 1974, berdirilah ruko2 dan lengkaplah derita Kebon Rojo, ketika dibagian barat dibangun Mall Ratu Plaza ( dulu katanya untuk Batik Centre ) , ndak taunya ujug2 jadi Sri Ratu. Dan sepanjang Kebon Raja yang menghadap jalan Hayam Wuruk didirikan Ruko2. Kebon Rojo ditsunamikan karena demi tuntutan moderenitas dan pembangunan.

Syahwat merusak keindahan Pemerintah, rupanya tidak berhenti dengan Kebon Rojo, Alun2 depan Masjid Kauman, dibuat seperti martabaknya Ibrahim, tengah Alun2 disugar dibuat jalan aspal. Untung syahwat yg merusak itu terhenti. Kalau masyarakat waktu itu tidak nggembor, pastilah Alun2 yang rimbun, berubah menjadi Alun2 Ruko.

Syahwat merusak itu tiba2 berhenti. Oleh karena itu masyarakat harap2 cemas, mudah2an pengalaman yang lalu menjadi pelajaran.

Eh…. ! Ngga taunya, syahwat merusak itu kambuh lagi, malah tambah kenceng.

Kalau dulu Alun2 gagal diubah jadi Alun2 Ruko, sekarang disetiap jalan utama Pekalongan, dirukokan. Disana ruko, disini ruko dan dimana2 ruko.

Benar juga apa kata teman saya Nggrogolan, Mas Ali Jaran, Pekalongan tidak layak lagi disebut Kota Batik tapi Kota Ruko. Disana ruko, disini ruko dimana2 ruko !

.

Saturday, June 9, 2007



Semalam Di Cuba


Prolog : Cerpen ini ditulis dan dikirim oleh bocah Ngkajangan ,arane Andre Tukung, nama generiknya Adhigama Gurun Farid II. Lahir di Ngkajangan besar di Keritjayan Buaran. Sekolah SD dan SMP Muhammadiyah di Pekajangan. Kemudian dalam rangka memperluas radius pergaulan sosialnya, agar bersentuhan dengan teman2nya yang berbeda2 kultur, baik teman2 dari putra putri petani, pegawai negeri, dia Nyantri di Kajen, SMA Negeri Kajen. Setelah menamatkan Bussines School di IPMI jakarta (S 1)dengan spesialisasi Marketing, September ini, dia bermimpi akan mengikuti jejak kakaknya, Antariksa Farid II nyantri di Amerika mengambil Master dibidang Marketing di Texas A&M University USA. Selamat menikmati " Semalam di CUBA "
*****
Akhirnya kupijakkan kakiku di Cuba. Tanah rebellion, saksi bisu kemenangan Che dan Castro atas Fulgecio Baptista, kemenagan para rebellion-revolusioner, kemenangan rakyat atas tumbangnya tirani! Bagai mimpi di terik mentari, siang panas sungguh dahaga. Kemarin aku punya rencana ke Bali, berkunjung ke Electro Hell. Terbawa ke Thailand, mampir ke Golden Triangle—ladang ganja yg sangat luas—hingga aku bertemu Diego, akrab, bersahabat, orang yg menemani hari-hariku di negaranya Fidel Castro.

Malam ini berbeda seperti malam sebelumnya. Aku tdk lagi berkeliling kota tapi aku mengunjungi tempat-tempat bersejarah para rebellion-revolusioner, diantarnya adalah Mr. Che Guevarra dan Mr. Fidel Castro. Aku terkejut, sama seperti saat aku kesetrum kable USB di rumah, aku dibawa Diego ke sebuah lapangan? entah hutan? entah rimba? I don’t know exactly, tapi benar adanya aku berada di sebuah tempat bersejarah. Tanah ini saksi bisu tentara gerilyawan Che dan Castro memenangkan pertempuran atas pasukan battalion Fulgecio Baptista.

Antara percaya dan tidak, seperti saat aku pertama kali bisa jalan didepan Ayah dan Ibuku. Tapi mudah bagiku untuk percaya, krn kakek Diego adl salah satu pasukan gerilyawan dibawah komando Mr. Fidel Castro, hebatnya lagi dlm 55 kali pertempuran kakek Diego tdk pernah tertembak sekalipun.

“Demikianlah sobat kecilku, aku adalah pasukan Divisi II dibawah komandan Castro. Kalo engkau tdk percaya datang ke istana Castro tanyakan apakah dia kenal Gelio Sarossa? Pasukan divisi II, senjata AK 47 bertopi baret?” ungkap Mr. Gelio sembari menghisap cerutu yg katanya pemberian Castro.

Poto-poto drinya bersama Che dan Castro terpajang di dinding-dinding tembok rumahnya. Bahkan terpajang poto ketika Che Berpidato didepan rakyat Cuba atas kemenangannya ia nampak di belakang Che. Gagah memang Mr. Gelio muda membawa ingatanku pada mendiang kakek. Meski harus saling berkejaran dgn usia, raut wajah beliau nampak semangat, spirit of live nya masih begitu tinggi, sense of rebellionnya masih terpancar diantara dua bola matanya.

Belum ada satu jam aku menikmati suasana hutan bersejarah itu, kini aku tengah berada dlm perjalanan menuju kedai kopi “Dominoz”. Kata Diego dan kakeknya bahkan orang2 sekitar kedai kopi ini adalah salah satu tempat bersejarah. Che dan Castro sering minum kopi di “Dominoz” sekedar ngobrol-ngobrol sampai mengatur strategy untuk berperang menumbangkan tirani! Terkejut, lagi-lagi aku terkejut kali ini lebih mirip ketika melihat jutaan bintang di langit berteman akrab dgn cahaya rembulan penuh sempurna. Poto-poto Che dan Castro serta poto-poto pasukan gerilyawan benar2 tertata rapi disetiap sudut ruangan kedai kopi itu, it’s fucking amazing. Gak pernah nyangka gw bisa sampai ke tempat ini, liburan semester ini benar-benar akan jadi moment bersejarah untuk kehidupanku selanjutnya. Setidaknya ini bisa membangkitkan sense of rebellion dan sense of revoluisonerku mencapai angka 100%.

Di kedai kopi itu aku memesan “Black Flamento” kata baristanya (pembuat kopi) minuman itu kesukaan Che dan Castro, mereka mempunyai selera yg sama about coffee but different about cigarette (cerutu). Diambilkan dua buah cerutu untukku, satu kesukaan Che dan satunya kesukaan Castro. Kuambil dua2nya, kuhisap dua2nya aku tahu ini tak akan habis tapi rasa penasaran yg begitu tinggi bercampur sugesti siapa tahu setelah menghisap dua cerutu ini akan muncul new Castro dan new Che yg mempunyai dedikasi tinggi terhadap kaum murba? Menjadikanku melupakan segalanya. Tapi memang berbeda rasa kedua cerutu itu, yg kesukaannya Che terasa lebih keras dan langsung nendang ke paru-paru.

Malam semakin hitam, hembusan angin semakin tajam. Saatnya kembali ke hotel. Dan seperti malam2 sebelumnya Diego enggan menginap di hotelku tanpa memberikan alasan. Sumpah ini benar-benar gila, gak pernah terpikir olehku untuk sampai ke Cuba, mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan bertemu dgn Mr. Gelio Sarossa eks pasukan divisi II. Seiring kutatap langit-langit kamar, seiring pula mataku terpejam. Kali ini bukan sinar mentari yg keluar dari ufuk timur yg membangunkanku tapi rasa lapar yg mencengkramku. Segera ku turun ke lobi hotel untuk cari makan. Tapi pasti akan seperti kemarin aku gak doyan masakan Cuba, dan yg terjadi bukan kenyang tapi malang!. Segera kuhampiri room boy yg tengah berjalan kira-kira 3 meter tepat di depan mataku.

“Excuse me, can you let me know about MacDonald’s corner around here?
“What??!!” (mimik muka kesal, bingung rada marah)
“Km pikir ini Berlin, bisa dgn mudah mendapatkan outlet2 McD?” Jawab room boy itu dgn nada kesal.
“oke-oke, I am sorry” Balasku.

Segera kuangkat kakiku untuk kembali ke kamar. Berharap Diego cepat datang, krn aku tdk bisa menghubunginya, he doesn’t has a mobile phone. Pasti krn kapitalisphobia! Belum lima menit kubawa otakku kedlm kondisi kosong. Tiba-tiba terdengar suara tembakan beruntun, der..der..der..der..der..der! dari segala penjuru. Oh shit!! What the hell is happening?aku yakin itu suara senapan M-16. Disusul tembakan yg diulang-ulang dan pasti itu AK-47. oh my God.. save me God.. save me. Diego dimana km?cepet datang! Tolong!.. Tolong! Ini pasti ulah milisi bersenjata yg tengah berseteru dgn pasukan Castro!, pikirku. Namun setelah kuintip dari jendela dugaanku salah!, mereka tentara Cuba yg menyerang hotel ini!. Ada apa dgn hotel ini?! Oh shit!! Aku gak mau mati konyol disini! Tolong! Aku berpikir untuk menelpon Castro minta pertolongan, aku tahu nomer telepon Castro dari Gelio, tapi Castro tdk mengenalku bahkan bertemu pun belum pernah! Sulit bagi Castro untuk mudah mempercayaiku! Tolong!

Berpikir untuk menghubungi Mr. Hugo Chaves, frontman Venezuela. Berniat mennghubunginya krn dia sahabat mendiang kakek saya. Mr. Chaves dulu satu kelas dgn mendiang kakek saya saat duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Taman Kanak-Kanak itu bernama “TK Gerlyawan”. Kata ayah saya dulu Mr. Hugo Chaves pernah mengendong saya saat masih bayi berkeliling kota Pekalongan, makan di “Sego Sotong Usman” (Usman adalah PKI golongan 2) ketika berkunjung ke Pekajangan dlm rangka silaturahmi dgn Kakek saya. Akhirnya kuputuskan untuk menelponnya. Der..der..der.. dor! DOUM! Suara ledakan terus terjadi.

“Halo? Mr. Hugo Chaves?”
“Halo? Who is speaking?”
“I am adhi, Mr., Cucunya Kakek Djumhan”
“Hmmm.. yeh I know.. so where..”
“Saya dlm bahaya Mr. Saya di Cub..” (der..der..der..! der..der..der..!)
“Ada suara tembakan dmana km??!!”
“Saya di Cuba, di Hotel Capitol, tentara Cuba menyerang hotel ini!”
“Oh my God.. shit! Itu hotel milik pengusaha Amerika, hotel itu memang sudah direncanakan akan di hancurkan”
“Tolong saya Mr.”
“oke..oke saya akan menghubungi Castro.. keep yourself kids”

Belum pembicaraan ditelephone usai, alat peluncur roket menghempas ke arah kamarku. Menghancurkan semua yg ada, hitam kelam tak bertuan, gelap bimbang melayang tak terarah. Aku terbang kearah hitam pekat tak bersekat. Lalu kudapati diriku terhempas di sebuah tempat tidur memegang bed cover berlukiskan Uncle Marley. Kutolehkan pandanganku ke arah kiri, kuliat poto diriku terpajang bersama kakak2ku dan orang tuaku, kuarahkan mataku ke ujung dinding dekat lemari, kujumpai potret diriku bersama sahabat2ku, ku paksakan mataku ke arah dinding dekat jendela kuliat poto dirku memegang stick drum. Akhirnya kutengadahkan mataku menatap langit-langit kamar, menuju satu sinar. Sinar lampu yg semalam aku lupa mematikannya. <>

Monday, June 4, 2007

Melacak Jejak Olah Raga Sepak Bola Pekalongan
Sarapan Segomegono opo Sarapan APBD ?


Tahun 50-an -sampai 70-an , jagat Pekalongan kayaknya seperti Inggris jaman sekarang dengan Liga Premier-nya . Jaman itu "sepak bola" menjadi agama di Pekalongan. Wong Ngkalongan kalau pergi nonton Bola, sepertinya -kalau sekarang- mau hadir di pengajian Istighozah Qubro. Nom tuo - kalau ada pertandingan bola - tumplek bleg di lapangan. Ada yang pake sarung, pakai celana dan biasanya berkopiah. Kopiah itu perlu, sebab biasanya diuncal2ke kelangit kalau Kesebelasan favoritenya cetak gol.

Jaman itu, kesebelasan2 yang jadi favorite masyarakat Pekalongan, antara lain, Kes. POP Pekalongan (Persatuan Olah Raga Polisi ), Kes. Hizbul Wathon (HW) Pekajangan dan Kes. Al-Hilal Kampung Arab Pekalongan . Kalau sekarang Chelsea, MU dan Arsenal jadi kebanggaan wong Inggris, maka Pekalongan, dulu juga punya kesebelasan kebanggaan POP, HW dan ALHilal. Disamping Pekalongan punya 3 kesebelasan legendaris , tetangga sebelah : Comal , juga punya kesebelasan yang cukup top markotop pula, namanya Ps. RODA, singkatane Rukun Ora Dadi Alane. Symbolnya roda Glinding ! Opo ora Sakporeeee ?!

Stadion Wembley-nya Pekalongan, ya Stadion Kraton, yang jadi stadion kebanggaan. Asri, asyik dan berwibawa. Setiap ada tanding bola, didepan stadion banyak warga yang buka titipan sepeda . Maklum jarang yang punya sepeda motor. Pernah suatu kali, saking kesusunya , tetangga saya , begitu sampai di Stadion Kraton, sepedanya diserahkan kepada seseorang yang dikiranya petugas titipan sepeda. Begitu pertandingan selesai dan mau pulang, tentu saja sepedanya hilang, lha wong yang tadi dititipi sepeda jebulnya, bukan petugas titipan sepeda.
Kalau saya biasanya dari Ndeso Ngkajangan rame2 sama teman2 naik Glinding, menuju Wembley Kraton Pekalongan.

Sampeyan pasti masih inget , Olympiade Melbuorne tahun 1956, dikota Melb. OZ (Australia).
Penonton di Melb waktu itu kagum, ketika Kes Indonesia bermain lawan USRR (Uni Sovyet). Salah satu yang dikagumi, adalah pemain kecil pendek yang kalau ngekop (ngendas) - heading- sangat berbahaya sekali. Namanya Kasmuri ! pemain legendaris Ps.POP Pekalongan. Kalau main dia bergerak lincah kaya kancil. Waktu itu hasil pertandingannya 0-0 . Indonesia waktu itu geger. Lha Sovyet yang disegani di Eropa tdk berkutik lawan Indonesia., gara2 Kasmuri wong Ngkalongan . Karena draw, pertandingan diulang keesokan harinya, sayang Indonesia kalah 4-0. Kente'an Bensin !. Terlepas kekalahan itu, kita sebagai wong Ngkalongan " senenge por !". Gara2 Kasmuri yang anggota Polisi Pekalongan.

Pemain2 legendaris Ps.POP yang ngetop waktu itu, disamping Kasmuri , kita mengenal kakaknya Kasmuri yg namanya Wahyono, yang bermain sebagai, gelandang. Sukirman, kanan dalam. Barki kiri luar. Barki ini mengingatkan kita dengan Ryan Giggs pemain sayapnya MU.
Juga ada Slamet palang pintu POP. Ada Babud, back kanan handal. Djasdan yang gayannya kayak Edwin Van de Sar, kipernya Kes Nasional Belanda.

Kalau Kasmuri pernah bikin geger Olympiade Melb., Dullah Kelip legendaris Ps. ALHilal, pernah juga gegrkan Stadion Gelora Senayan. Dullah pemain seangkatan Sucipto, adalah pemain handal PSSI. Sama seperti Kasmuri, kecil, pendek, tapi lincah, kayak kelinci. Dulu kalau dia main di Senayan, dengan cara apapun saya pasti nonton. Ps. Al Hilal, terkenal dengan permainan bolanya ala Brazil. Legendaris2nya, seperti Dillah, Ali Kelip ( Mantan Rektor Unisulla) kakak Dullah Kelip. Dan yang tak terlupakan pastilah Saleh Saqbal. Kiper handal Al Hilal yang pernah menggagalkan tendangan gledeknya Ramang pemain top Indonesia waktu itu, ketika Ramang bersama Ps. PSM Makassar main di Stadion Kraton Pekalongan melawan Ps. Al Hilal Pekalongan.

POP dan Al Hilal adalah kesebelasan2 legendaris Kota Pekalongan. Lha kalau legendaris Ndesonya Pekalongan, yaitu Pekajangan, adalah Kes. HW ( Hizbul Wathon) yang artinya Pembela Tanah Air. Seperti POP dan Al Hilal, Ps. HW sangat terkenal dan dikenal didunia Sepak Bola Jawa Tengah bahkan Indonesia. Waktu itu banyak klub2 Jakarta, seperti Pelita Jaya, Arseto, Jayakarta , Maesa sering lakukan uji coba di Pekajangan nglawan HW di Stadion HW Pekajangan. Di Jateng HW sangat disegani, lawan tanding yang keras tapi sportip, pastilah Ps. UNDIP Semarang, yang waktu itu masih diperkuat oleh Sartono sekarang pelatih, Halilintar, C.Sutadi dll. Tapi yang hebat dan harus ditonton, jika Ps. HW Pekajangan nglawan Ps.HW Jogya. Pasti heboh. Karena disamping main bola, ada tambahannya, jotos2an. Padahal sama2 HW-nya.

Pemain2 legendaris HW tahun 50-an pastilah H.Akhwan Syahri second strikernya HW yang gorengan bolanya seperti Raymond Kopa pemain legendaris Hongaria yang kemudian dibeli Real Madrid Spanyol. Legendaris lainnya, seperti H.Duladi, H.Asror, H.Lazim Sayuti, H.Dwijo, Husni, H.Harto Saleh, Arman Arsyad dan H.Sadeli AMGAL (Amret Galeng). Yang kalau mau main "gares"nya diolesi aji2an, yang katanya kalau garesan "ben ora kroso". Ha... ha.... ha....
Kipernya wah ora ono mungsuhe, hebat dan top, namanya Lie Tjing, Cino Kedungwuni yang kalo nagkap bola mabur kayak "alap2". JLEPPPP !

Ditahun 60, 70-an barulah HW menyumbang dua pemainnya ke PSSI, masing2 Risqon Akhwan dan Chaerul Akhwan, kakak adik, putra kandung Raymond Kopanya Ngkajangan H.Akhwan Syahri.Chaerul yang biasanya dipanggil Tjak-Ul, saking hebat mainnya, diambil Ps.UNDIP dan kemudian diambil Ps.Angkasa (AURI) Jakarta dan disekolahkan sampai jadi Sarjana. Sekarang Notaris di Pemalang. Banyak pemain2 legendaris Ps.HW yang diambil oleh Pemda Pekalongan, Perhutani, BNI, BRI, seperti : H.Abdulhamid MM (sekarang Ass 2 Pemkab Pkl), H.Sudoko, Tjatono (BNI 46), Eddy Yusuf, Amat,Hendri ( Perhutani ), Marnoto (Asskeu Proteksi) dll.

Dulu mereka hebat. Dan pemain2nya sakpore. Mereka hebat tanpa ditopang UANG RAKYAT . Mereka sadar, bahwa APBD tidak pantas untuk membiayai Sepak Bola, APBD ya uang Rakyat yang wajib diperuntukkan untuk Kesejahteraan Rakyat.

Orang2 sekarang, kata mereka, perlu diluruskan cara berpikirnya. Ada yang salah ketika melihat hubungan antara Rakyat - Negara dan Pemerintah. Pemerintah itu tidak memiliki uang. Yang punya uang itu Rakyat. Uang Rakyat itu dihimpun oleh Negara dari iuran Rakyat berupa : pajak2 , retribusi2 dll. Kemudian oleh Negara dititipkan dan DIAMANATKAN kepada Pemerintah, untuk digunakan sesuai kepentingan dan kesejahteraan Rakyat . Lha Sepak Bola itu apakah bagian dalam rangka untuk menyejahterakan Rakyat ?

Dulu mereka hebat, karena SepakBola dikelola dengan prinsip2 tata kelola yang baik. Sepak Bola menurut mereka, diposisikan sebagai "industri hiburan " yang dikelola seperti halnya sebuah industri. Dipimpin orang2 yang ngerti sepakbola, jangan tidak ngerti tapi karena ingin populer mau dijadikan Pengurus. Dulu kita nggak ngerti siapa Pengurus Persip,POP,HW, yang kita kenal hanya pemain2nya. Kalau sekarang ? pemain2nya tidak kita kenal, tapi yang dikenal Pengurus2nya. Kita juga tidak tau Pengurusnya MU,Cheksea atau Arsenal, yang kita kenal pemain2nya, Hendry, Rooney,Makalele, Peter Crouch, Evra .
Dan dengan sombong khas Ngkalongan mereka bilang " Inggris, Spanyol, Jerman, maju sepakbolanya ya karena niru Ngkalongan. Ora Ngandel ?" Dasar Ngakalongan, kalo nggak umuk dudu Ngkalongan ! Ha ah pok ?!

Yang pasti, menurut Lembaga Survey Republic Megono , dulu Sepak Bola Pekalongan itu hebat , karena - ternyata- tiap pagi tidak melupakan sarapan SegoMegono.
Jadi kalau PERSIP (Persatuan Sepak Bola Pekalongan ) dan PERSEKAB (Persatuan Sepak Bola Kab.Pekalongan ) mau hebat seperti POP - Al Hilal dan Ps.HW , ya jangan lupa sama Sego Megono . Bukan sarapan APBD. Cobak deh. Pasti MakJozzz !