Pro Liman !!! demikian wong Ngkalongan kalau bilang Simpang Lima .Poros yang membagi jl Iman Bonjol (Utara), Jl.Hayam Wuruk (Timur), Jl KH Mansur (Selatan), Jl.Gajah Mada (Barat) dan Jl. Resimen XVII ( Utara setengah mencong sedikit barat).
Teman saya Haji Imron, wong Ngkajangan, hamper 10 tahun sejak 1975-1985, kalau ke Pekalongan tidak pernah lewat lagi Pro Liman. Kalau dia naik kereta dari
“ Saya nangis dan ndak tegel “ katanya. “Dulu di sebelah Pro Lima ada hutan
Jadi jelaslah, jebulnya H Imron tidak pernah lewat Pro Liman itu ada asbabun wurud-nya
Gelo. Dan gelonya bukan sembarang gelo.. Gelo sing dudu.
“ Lhour Ngkalongan pak ono Festival Batik kuwi, opo ora salah ? “ Lho emangnya kenapa ? “ Sing pas kuwi “Festival Ruko ! Ngkalongan kuwi model lhour, wong
Ora ngiloni kena kene - Apa yang diceritakan teman saya tadi, ya memang benar.
Kebon Rojo ( wong ora duwe rojo kok duwe kebon rojo – biasa umuk Ngkalongan), letaknya di pojokkan Pro Liman. Membentang dari depan Masjid Suhada sampai Pom Bensin TAM . Sebelah utara berbatasan jalan Merdeka depan kantor Pajak (sekarang) dan sebelah selatannya berbatasan dengan Jl. Gajah Mada. Kebon yg ditumbuhi pohon2 rindang, beringin, palem raja dan bunga2 yang semerbak harumnya.
Taman yang indah yang disebut Kebon Rojo atau juga disebut Taman Bintang Kecil ,juga berfungsi sebagai paru2
Tiba2 “tsunami” modernitas itu datang. Kebon Kota itu dibelah aspal untuk jalan yg menghubungkan utara dan selatan Jl.Resimen XVII. itu terjadi th 1970, tahun 1974, berdirilah ruko2 dan lengkaplah derita Kebon Rojo, ketika dibagian barat dibangun Mall Ratu Plaza ( dulu katanya untuk Batik Centre ) , ndak taunya ujug2 jadi Sri Ratu. Dan sepanjang Kebon Raja yang menghadap jalan Hayam Wuruk didirikan Ruko2. Kebon Rojo ditsunamikan karena demi tuntutan moderenitas dan pembangunan.
Syahwat merusak keindahan Pemerintah, rupanya tidak berhenti dengan Kebon Rojo, Alun2 depan Masjid Kauman, dibuat seperti martabaknya Ibrahim, tengah Alun2 disugar dibuat jalan aspal. Untung syahwat yg merusak itu terhenti. Kalau masyarakat waktu itu tidak nggembor, pastilah Alun2 yang rimbun, berubah menjadi Alun2 Ruko.
Syahwat merusak itu tiba2 berhenti. Oleh karena itu masyarakat harap2 cemas, mudah2an pengalaman yang lalu menjadi pelajaran.
Eh…. ! Ngga taunya, syahwat merusak itu kambuh lagi, malah tambah kenceng.
Kalau dulu Alun2 gagal diubah jadi Alun2 Ruko, sekarang disetiap jalan utama Pekalongan, dirukokan. Disana ruko, disini ruko dan dimana2 ruko.
Benar juga apa kata teman saya Nggrogolan, Mas Ali Jaran, Pekalongan tidak layak lagi disebut Kota Batik tapi Kota Ruko. Disana ruko, disini ruko dimana2 ruko !
.
No comments:
Post a Comment