Monday, May 14, 2007

Senin, 14 Mei 2007
EDITORIAL
Dana DKP
Mengalir sampai Amien Rais

ADA adagium terkenal revolusi memakan anaknya sendiri. Adagium itu secara kontekstual sekarang bisa dipelesetkan menjadi reformasi memakan bapaknya sendiri.

Memakan anak atau memakan bapak dalam sebuah perubahan besar kiranya merupakan ironi dan tragedi yang terulang dalam sejarah. Perubahan yang cepat, dengan nama revolusi ataupun reformasi, rupanya terus menyimpan pembuktian yang sebaliknya. Yaitu, yang revolusioner dan yang reformis itu ternyata bagian yang dalam perjalanan sejarah kemudian juga perlu direvolusikan dan direformasikan. Dan yang dimakan tidak lagi anak, tetapi juga bapak.

Yang lebih menyedihkan ialah jika yang terjadi justru yang lebih tragis. Sang bapak perubahan justru yang memakan perubahan itu sendiri sehingga perubahan menjadi panggung badut-badut dengan semua topeng hipokrisi.

Itulah semua tragedi dan ironi yang sekarang sedang dibuktikan pengadilan perkara korupsi dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Kasus ini merupakan kasus yang paling menarik karena dana nonbujeter itu mengalir ke banyak partai dan juga ke banyak tokoh.

Di antaranya yang paling mengagetkan dana itu dinyatakan juga mengalir sampai ke Amien Rais. Mengagetkan karena Amien Rais merupakan tokoh reformis, bahkan Bapak Reformasi.

Amien Rais dinyatakan menerima uang sebesar Rp400 juta. Uang yang sangat besar terlebih di tengah penderitaan rakyat. Uang yang sangat besar di tengah kegagalan reformasi memberantas korupsi. Dan lebih mengagetkan lagi, jika kemudian terbukti benar sang Bapak Reformasi ikut pula memakan dana nonbujeter itu.

Namun sejauh ini Amien Rais tergolong diam saja. Padahal, di negeri ini siapa pun tahu, Amien Rais adalah tokoh yang vokalis, yang bicara tanpa tedeng aling-aling, yang komentar-komentarnya terus terang, tajam, dan memikat.

Tetapi mengapa menyangkut dirinya sendiri sang tokoh memilih diam? Padahal kasusnya menyangkut salah satu urusan besar reformasi yang diperjuangkannya yaitu memberantas korupsi.

Dalam kasus aliran dana nonbujeter ini Amien Rais telah kehilangan autentisitas dirinya, yang spontan dan terus terang. Sikap itu menambah kecurigaan publik bahwa reformasi telah memakan bapaknya sendiri atau malah sang bapak telah memakan reformasi sehingga ikut dalam gurita besar korupsi dan berubah menjadi badut-badut di panggung hipokrisi.

Tentu saja asas praduga tak bersalah terhadap Amien Rais harus dijunjung tinggi. Namun pernyataan Amien Rais mendapat aliran Rp400 juta disampaikan dalam persidangan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Sebuah pernyataan yang sangat kuat, yang disampaikan dalam sidang pengadilan yang bersifat terbuka.

Seorang tokoh reformis yang biasa bersuara lantang tentu juga memiliki hak untuk memilih diam. Diam di ruang publik, untuk kemudian menjawabnya tuntas juga dalam kesaksian di forum yang sama di pengadilan yang juga terbuka untuk umum.

Oleh karena itu, semua mata seharusnya ditujukan kepada pengadilan dana nonbujeter DKP untuk bersama menyaksikan keberanian hakim membongkar semua aliran dana yang mengagetkan itu. Diperlukan keberanian hakim, karena melibatkan berbagai partai dan tokoh, termasuk sebuah nama besar 'Bapak Reformasi' yang diagungkan karena keberanian dan kejujurannya.

Kasus dana DKP ini mestinya pintu untuk membongkar semua aliran dana setuntas-tuntasnya sehingga semua topeng kepalsuan elite bangsa terbuka di pengadilan.

No comments: